BERAKHIR SELALU BERAWAL

(Sesungguhnya tidak pernah berakhir tetapi selalu berawal, jika berakhir pada satu titik maka pada titik itu pula akan menjadi awal)

29 Mei 2013 itulah hari pertama kami 15 orang mahasiswa LSPB ditempatkan di Klasis Pulau Ambon Utara. kami ditempatkan di 15 jemaat yang berada di klasis tersebut. Akupun ditempatkan di salah satu jemaat yang letaknya sangat strategis dengan konstruksi bangunan gereja yang begitu indah.

Saat menatap bangunan Gereja yang begitu megah nan indah, aku benar-benar merasa kagum. Beriringan itu juga datanglah rasa takut dan gelisa ynag terus menghantui pikiranku. Perlahan-lahan aku memberanikan diri, menganyun langkah demi langkah memasuki halaman gereja. Perkenalan awalku mulai dilakukan dengan Ketua Majelis Jemaat.

Jemaat yang aku tempati memiliki 6 sektor dan 24 unit. Dengan jumlah yang demikian aku harus menempati setiap sektor selama 10 hari secara bergilir. Di sini aku menemui keluarga baruku, awalnya aku merasa canggung harus bersosialisasi dan berorientasi dengan semua anggota keluarga. Setelah berproses aku benar-benar menjadi bagian dari keluarga mereka. 10 hari telah berlalu akupun berpindah ke sektor yang baru lagi. Begitu juga tinggal bersama keluarga yang baru dan melakukan penyesuaian kembali. situasi ini terus berlanjut hingga aku menempati sektor yang terakhir.

Kini rasa takutku berubah menjadi sebuah kebahagian. Aku merasa menjadi bagian dari setiap keluarga yang aku tempati maupun setiap anggota jemaat yang dijumpai. Aku merasakan kehangatan cinta dan kasih sayang. Aku menjadi anak, cucu, kakak maupun adik.

Seiring berjalannya waktu, tanpa terasa aku telah berada di jemaat selama kurang lebih 2 bulan 4 hari. Di satu sisi, situasi ini merupakan waktu yang sangat singkat untuk mengenal dan hidup bersama dengan jemaat. Namun, disisi lain aku sangat bersyukur walaupun waktunya singkat tetapi mengkisahkan kenangan yang begitu indah.

Berat rasanya aku meninggalkan jemaat yang telah kuanggap sebagai keluargaku sendiri. Ada sebuah pepatah yang berbunyi: tak kenal maka tak sayang, ditambah lagi dengan kalimat pendek: setelah sayang berpisah lagi. Inilah situasi yang aku alami ketika ber-live in di jemaat. Sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan untuk ber-live in, maka perjumpaanku harus diakhiri.

Bagiku, walauppun kita berpisah karena batas waktu yang ditentukan namun kenangan perjumpaan tidak pernah berakhir. Sesuai lirik lagu yang berbunyi:
Kemesraan ini janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini ingin ku kenang selalu
Hatiku damai, jiwaku tentram di sampingmu

Begitulah kenangan indah yang aku rasakan saat hidup bersama jemaat. Perpisahanku dengan jemaat bukanlah akhir dari sebuah perjuangan ketika menempuh studi di Fakultas Teologi UKIM. Melainkan merupakan langkah awal bagiku dalam membentuk karakter seorang pelayan. Berpindah dari jemaat, aku dan teman-temanku digembleng di Kampus LSPB Kamal. Kami dilatih hidup mandiri, hidup berkecukupan, saling memahami satu dengan yang lain dari karakter yang berbeda-beda, disiplin, mensyukuri segala sesuatu dan menjalani kativitas tanpa bersungut-sungut. Situasi ini dijalani selama dua minggu, kami pun dikembalika ke Fakultas Teologi.

Dari sinilah, aku mulai memahami bahwa ketika mengakhiri sebuah tuntutan study seperti  KKN (Kuliah Kerja Nyata) atau pada fakultas Teologi yang disebut sebagai Live In Jemaat, sesuai batasan waktu yang telah ditentukan bukan berarti terbebas dari semua tanggungjawab akademik. Di satu sisi, aku merasa senang dan bangga karena telah menyelesaikan proses Live in-ku di jemaat maupun di Kampus LSPB Kamal. Di sisi lain, aku harus lebih mempersiapkan diri lagi untuk mempertanggungjawabkan hasil berlive in.

Itu berarti, dalam menjalani hidup di settiap aspek kehidupan, sesuatu dikatakan "berakhir" selalu saja dibatasi oleh waktu. Karena pertambahan usia, seseorang dapat mengetahui bahwa ia telah berakhir dari anak menuju remaja, remaja menuju pemuda dan seterusnya. Begitu juga dengan tingkat pendidikan maupun pekerjaan selalu saja dibatasi oleh waktu. Sedangkan dikatakan "selalu berawal", ketika manusia mengakhir atau melewati jenjang waktu tertentu, harus mampu mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang waktu yang lebih tinggi melalui berbagai proses.

Manusia tidak bisa hidup senang-senang saja ketika melewati atau mengakhiri satu demensi waktu melainkan manusia diharapkan untuk tetap proaktif dalam menjalani kehidupan. Dikatakan manusia harus proaktif dalam kehidupan karena ketika melalui setiap deminsi waktu memiliki "beban" dan "proses" yang berbeda-beda. Seperti kata Pengkhotbah 3:1, "untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya."

Komentar

Postingan Populer