Cerita Burung Maleo
Sambil menanti sang fajar pagi, aku berjalan-jalan di sekitar rumah kewang. Rumah kewang ini berada di dekat lokasi pantai. Tepatnya di negeri Haruku, Kabupaten maluku Tengah. Di tempat ini mataku benar-benar dimanjakan dengan fenomena alam ynag sungguh menakjubkan. Suara ombak yang begitu indah menghiasi pendengaranku. Ditambah lagi dengan kicauan burung ynag bersahut-sahutan menyambut sang fajar tiba.
Di saat aku berjalan, aku berjumpa dengan penjaga kewang; bapa Elli namanya. Bapa Elli telah menjaga kewang selama kurang lebih 10 tahun. Baginya pengalaman yang sangat menarik adalah menjaga dan melestarikan alam. Alam akan memberikan keindahan dan keyamanan, apabila kita menjaga dan melestarikannya, ujar bapa Elli. Mendengar ucapannya aku menjadi terkesan. Lebih khususnya lagi saat aku melihat burung maleo. Selama ini aku hanya mendengar ceritanya saja. Bahkan melalui lirik-lirik lagu. Salah satu lirik lagu yang menceritakan kisah burung maleo, bunyinya begini;
"burung maleo terbanglah ke hutan,
hampirlah siang keluar suara,
biar cinta sembunyi rupa saya tahu dari suara"
Begitulah sepenggal lirik lagu yang mengkisahkan burung maleo. Lirik lagu ini mengingatkanku kembali pada masa-masa kecil saat lagu tersebut mulai populer di kalangan masyarakat. Setelah bertahun-tahun, aku hanya mendengar cerita burung maleo baru kali ini aku melihatnya secara langsung. Aku melihatnya, saat berlibur di Negeri Haruku. Bagiku burung maleo merupakan salah satu hewan yang unik. Sayangnya, habibat dari burung ini hampir saja punah. Karena itu, burung maleo juga merupakan salah satu satwa yang dilindungi.
Keunikan dibalik cerita burung maleo adalah kesetiaannya pada pasangan, ujar bapak Elli penjaga kewang. Aku mulai bertanya, bagaimana mengetahuinya? Salah satu caranya adalah saat sang betina hendak bertelur. Sang jantan akan terlebih dahulu tempat. Ketika tempatnya benar-benar aman barulah, sang jantan memanggil sang betina.
Biasanya burung maleo membuat kolam di pasir sebagai tempat untuk menyimpang telurnya. Telurnya berada di dalam pasir selama 60 hari. Kemudian dibantu dengan panas matahari yang menembusi pasir, barulah telur burung maleo menetas dengan sendirinya.
Di saat aku berjalan, aku berjumpa dengan penjaga kewang; bapa Elli namanya. Bapa Elli telah menjaga kewang selama kurang lebih 10 tahun. Baginya pengalaman yang sangat menarik adalah menjaga dan melestarikan alam. Alam akan memberikan keindahan dan keyamanan, apabila kita menjaga dan melestarikannya, ujar bapa Elli. Mendengar ucapannya aku menjadi terkesan. Lebih khususnya lagi saat aku melihat burung maleo. Selama ini aku hanya mendengar ceritanya saja. Bahkan melalui lirik-lirik lagu. Salah satu lirik lagu yang menceritakan kisah burung maleo, bunyinya begini;
"burung maleo terbanglah ke hutan,
hampirlah siang keluar suara,
biar cinta sembunyi rupa saya tahu dari suara"
Begitulah sepenggal lirik lagu yang mengkisahkan burung maleo. Lirik lagu ini mengingatkanku kembali pada masa-masa kecil saat lagu tersebut mulai populer di kalangan masyarakat. Setelah bertahun-tahun, aku hanya mendengar cerita burung maleo baru kali ini aku melihatnya secara langsung. Aku melihatnya, saat berlibur di Negeri Haruku. Bagiku burung maleo merupakan salah satu hewan yang unik. Sayangnya, habibat dari burung ini hampir saja punah. Karena itu, burung maleo juga merupakan salah satu satwa yang dilindungi.
Keunikan dibalik cerita burung maleo adalah kesetiaannya pada pasangan, ujar bapak Elli penjaga kewang. Aku mulai bertanya, bagaimana mengetahuinya? Salah satu caranya adalah saat sang betina hendak bertelur. Sang jantan akan terlebih dahulu tempat. Ketika tempatnya benar-benar aman barulah, sang jantan memanggil sang betina.
Biasanya burung maleo membuat kolam di pasir sebagai tempat untuk menyimpang telurnya. Telurnya berada di dalam pasir selama 60 hari. Kemudian dibantu dengan panas matahari yang menembusi pasir, barulah telur burung maleo menetas dengan sendirinya.
Komentar
Posting Komentar