Mempersembahkan Hidup Yang Berkualitas (1 Korintus 15:20-28)

Mempersembahkan Hidup Yang Berkualitas
(1 Korintus 15:20-28)

Adakah di antara kita yang rela memberikan sesuatu atau barang yang paling disayangi kepada orang lain? Pertanyaan ini menjadi penting sebab terkadang kita hanya memberikan sesuatu atau barang kepada orang lain hanya pada saat kita berkelebihan atau tidak membutuhkan barang itu lagi. Jika dalam kondisi yang sangat kekurangan kita dituntut untuk hidup berbagi dengan sesama tentu sangatlah sulit. Orang bisa bilang itu namanya; ‘pengasihan lupa diri’. Tetapi yang dimaksudkan di sini adalah hidup berbagi yang tidak hanya sebatas materi melainkan melalui seluruh totalitas hidup. Misalnya, berbagi tentang pengetahuan dan pengalaman bagi sesama.
Tindakan seperti ini tentu sangat menarik jika dikaitkan dengan ungkapan ‘hidup yang mencerminkan citra Kristus’.  Menjadi citra Kristus berarti ada sebuah nilai yang diperlihatkan tentang cara hidup Kristus. Entah tentang pengorbanan, kesetiaan, kejujuran, ketulusan, dll. Semua ini berujung pada sebuah cara hidup yang memberikan keteladanan bagi orang lain.
Mari kita garis bawahi kata ‘mencerminkan citra Kristus’. Sama halnya dengan sesuatu yang akan ditonjokan, diperlihatkan atau digambarkan tentang Kristus bagi sesama manusia. Terutama ketika kita memaknai peristiwa kebangkitan Kristus (Paskah). Seperti kita ketahui bersama bahwa inti dari iman Kristen adalah kebangkitan Kristus. Ini merupakan sebuah pengakuan iman orang-orang percaya. Khususnya pada bagian Alkitab 1 Korintus 15:20-28 yang menekankan kebangkitan Kristus sebagai yang sulung. Artinya kebangkitan Kristus adalah yang pertama bangkit dari antara orang mati.
Dalam tradisi Perjanjian Lama berkas pertama yang dituai harus dipersembahkan dalam korban satu hari setelah sabat yang jatuh setelah hari Paskah. Paulus menulis surat ini dengan tujuan untuk menjangkau orang-orang Korintus pada perayaan Paskah Kristen (1Kor. 5:7,8). Gelar ‘sulung’ memiliki arti lebih utama dari segala yang diciptakan. Hal ini dapat dianalogikan seperti orang memanen hasil tanaman yang pertama dipersembahkan bagi Allah. Sebab hasil panen yang pertama dianggap sebagai buah yang berkualitas.
Sama halnya dengan Kristus. Ia menjadi tuaian pertama dari kehidupan sebagai akibat dari ketidaktaatan manusia. Olehnya itu, Kristus digambarkan sebagai anak yang taat terhadap kehendak BapaNya. Ketidaktaatan manusia kepada Allah yang disebut sebagai dosa yang berunjung pada maut tidak hanya berkaitan dengan kematian secara fisik melainkan kematian secara rohani. Maka melalui kebangkitan Kristus, kita mengalami persekutuan dengan Allah. Kita kembali dikukuhkan sebagai manusia baru. Manusia yang menaruh seluruh totalitas hidup bagi Allah. Berarti hidup kita adalah hidup yang berpengharapan.
Coba bayangkan Kristus digambarkan sebagai Anak Allah yang sangat dikasih dikorbankan untuk menebus dosa manusia. Lalu bagaimana dengan manusia yang sering disebut juga sebagai anak-anak Allah. Anak-anak yang tidak lain adalah cara hidupnya mencerminkan citra Kristus. Apakah kita harus saling melukai? Saling mempertahankan ego ketika terjadi kesalapahaman? Tentu tidak!  Sebagaimana Kristus menjadi tuaian pertama dari kehidupan maka tanggungjawab kita sebagai pengikut-pengikut-Nya juga harus melakukan hal yang sama. Artinya hidup kita juga harus dipersembahkan bagi Allah dengan cara menolong sesama ciptaan.
Dengan demikian, hidup kita bukan untuk diri sendiri melainkan juga bagi sesama ciptaan yang membutuhkan pertolongan. Di sinilah letak cara hidup yang berkualitas. Melalui kehadiran kita orang lain dapat merasakan kehadiran Kristus.


Komentar

Postingan Populer