Berjumpa & Mengenal

Berjumpa & Mengenal
Saat ditunjuk berangkat bersama salah seniorku pergi ke Sula, rasanya berbagai pertanyaan mulai datang menghampiri pikiranku. Entah apa namanya, tetapi diakui sangat mengelisahkanku. Penjalanan kami menuju kepulauan Sula dengan menggunakan kapal Permata Bunda. Ketika berada di kapal, kami berupaya untuk mencari berbagai informasi tentang Pulau Sula, sebab ini merupakan perjalanan kami yang pertama pergi ke pulau tersebut. Dari perbincangan kami dengan beberapa orang, ternyata kepulauan Sula merupakan kabupaten baru dari Propinsi Maluku Utara dan ibukota Kabupatennya adalah Sanana. Waktu tempuh perjalanan dengan Kapal Permata Bunda menuju ibukota kabupaten kepulauan Sula selama 13 jam.
            Kepulauan Sula adalah pulau yang paling selatan dari propinsi Maluku Utara. Jika dilihat dari peta pulau ini sangat dekat dengan kepulauan Sulawesi. Begitulah sekilas tentang tata letak kepulauan Sula. Semalam suntuk kami berlayar dengan kapal Permata Bunda, ada harap-harap cemas yang dirasakan oleh seniorku. Dengan harap-harap cemas seniorku mengatakan bahwa ia berusaha untuk menikmati perjalanan ini. Namun, ia selalu terjaga di saat semua orang terlelap. Kendati demikian, rasa bahagia pun muncul dari sinar matanya ketika kepulauan Sula mulai terlihat di pelupuk mata. Di tengah lautan yang luas dan air laut yang begitu tenang, perlahan-lahan kepulauan Sula mulai terlihat dengan jelas. Hingga akhirnya kapal Permata Bunda berlabuh di pelabuhan Sanana.
            Ketika tiba di Sanana, kami dijemput oleh dua orang pendeta, kemudian dengan menggunakan sepeda motor kami bergegas menuju penginapan Dessy. Di sinilah kami beristirahat seharian untuk nantinya di besok hari kami berlayar lagi menuju jemaat tempat kegiatan. Selama berada di Sanana kami dilayani begitu baik hingga tiba waktunya berangkat menuju tempat kegiatan berlangsung yaitu di Jemaat GPM Kawadang. Jemaat ini merupakan salah satu bagian dari kepulauan Taliabu terlepas dari Kepulauan Sula.
            Keberangkatan menuju Jemaat GPM Kawadang dengan menggunakan kapal kayu selama 9 jam. Semenjak kecil sampai dewasa ini, baru pertama kalinya berlayar dengan kapal kayu rasanya sangat berbeda. Aku mencoba untuk menikmati perjalanan tetapi entah kenapa kepalaku sangat punsing akhirnya aku memilih untuk berbaring sementara seniorku sedang asyik bercerita dengan sesama rekan pendetanya. Setelah beberapa saat berbaring, rasa pusingku mulai hilang aku mencoba mendekati seniorku bersama rekan pendetanya. Sesaat aku melihat pulau-pulau di sekeliling ternyata sangat indah, banyak pepohonan nan-hijau yang menjulang tinggi. Melihat keindahan alam itu, aku mencoba untuk mengabadikan moment tersebut dengan memotret.
            Mulai dari Sanana, tibalah kami di pelabuhan Loseng. Awalnya diinformasikan setelah turun dari kapal kami dijemput dengan perahu bermesin tetapi terkendala beberapa hal akhirnya kami menggunakan sepeda motor. Jarak antara pelabuhan Loseng dengan Jemaat GPM Kawadang sekitar 3 Km. Selama perjalanan memang sangat mengesankan, kami melewati jalan setapak yang berbatu-batu dan banyak lubang-lubang kecil ditambah lagi dengan belum ada lampu penerang di sepanjang jalan. Berhubung kami tiba di pelabuhan Loseng sudah larut malam sekitar jam 23.00 WIT. Jadi ada rasa cemas yang terus menghantui pikiranku sepanjang perjalanan. Ketika kecemasan itu tidak bisa dibendung lagi hingga perlahan-lahan butiran-butiran keringat mulai menetes bahkan seluruh tubuhku mulai bergetar. Beberapa kali aku turun dari sepeda motor dan berjalan hingga kelelahan barulah aku kembali lagi naik sepeda motor. Jalan ini benar-benar berbahaya saat hujan turun sebab belum diaspal karena itu biasanya masyarakat setempat memilih untuk menggunakan transportasi laut.
            Perlahan namun pasti tibalah kami di Jemaat GPM Kawadang rasanya mulai lega. Tidak pernah dibanyangkan, ternyata di sini semua orang telah menunggu kehadiran kami. Mereka menyambut kami dengan memberikan pengalungan bunga dan tarian cakalele. Saat itulah rasa cemas yang tadinya sangat mengetarkan tubuhku hilang dalam sekejab dan digantikan dengan senyum bahagia yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Setelah penyambutan kami dipersilahkan untuk menikmati makanan dan minuman yang telah dihidangkan. Selang beberapa menit kami diantar menuju rumah yang akan kami menginap.
            Keesokkan harinya aku mencoba untuk bangun lebih awal sebelum sang mentari memancarkan sinarnya. Aku berjalan mengelilingi lokasi kegiatan di sana ada sekelompok ibu-ibu yang sementara sibuk menyiapkan sarapan pagi, adapula sebagian yang sedang menyapu halaman dan membersihkan gedung gereja. Beranjak dari lokasi kegiatan aku berjalan menuju pantai. Ketika tiba di pantai, ada sekelompok kaum lelaki yang semetara mengangkat kopra untuk dimuat pada perahu bermesin. Seperti biasanya aku selalu mengabadikan moment yang sangat menarik bagiku. Pagi itu sang mentari memancarkan sinarnya yang begitu indah melalui sela-sela pepohonan ditambah lagi desiran ombak. Pokoknya sangat indah! Jauh dari polusi udara. Setelah mataku dimanjakan dengan panorama alam yang indah, aku kembali ke rumah tempat kami menginap.
            Saat tiba di rumah seniorku sudah bangun, ia bertanya tentang perjalananku di pagi itu. Akupun mulai menceritakan tentang beberapa hal yang telah dilihat bahkan aku menunjukkan foto dari HP. Setelah itu kami dipersilahkan untuk sarapan pagi dan membersihkan diri kemudian menyiapkan materi sosialisasi dan integrasi Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Pengorganisasian Pelayanan GPM (PIP/RIPP). Kami memberikan materi selama kurang lebih dua hari. Setiap peserta yang mengikuti kegiatan tersebut sangat antusias. Mereka sangat bersemangat mengikuti setiap sesi. Di sela-sela kegiatan tersebut kami mengisinya dengan bercerita Humor dan Energizer. Hal ini bertujuan agar peserta tidak merasa kelelahan namun tetap siap sedia mengikuti setiap sesi.
            Tanpa terasa sudah tiga hari kami berada di Jemaat GPM Kawadang, kini saatnya kami harus kembali. Sekembalinya kami dari Jemaat GPM Kawadang dengan menggunakan perahu bermesin. Mengarungi lautan dengan perahu bermesin selama 3 jam menuju pelabuhan Dofa. Sebelum sampai di pelabuhan Dofa, kami melewati selat Capalulu. Selat ini memiliki arus terkuat di Indonesia sehingga rasa cemas kembali menghantui pikiranku. Namun, puji Tuhan melalui tangan bapa-bapa yang lihai dalam mengemudi perahu tibalah kami dipelabuhan Dofa. Di sini kami beristirahat sejenak sambil menunggu kapal Bunda Maria untuk melanjutkan perjalanan menuju Sanana. Sesampainya di Sanana kami berpindah ke kapal Permata Bunda untuk melanjutkan perjalanan menuju Ambon.
            Perjalanan yang sangat menakjubkan! Kami lebih banyak menggunakan transportasi laut berhubung hampir setiap pulau yang berada di Kepulauan Taliabu belum memiliki jalan darat. Selain itu juga ada sebagian pulau-pulau yang belum ada PLN sehingga masyarakat setempat menggunakan mesin-mesin listrik milik pribadi. Hal ini tentu membutuhkan perhatian serius dari pemerintah setempat. Paling tidak salah satu aspek penting dari pembangunan daerah-daerah terpencil adalah jalan/jembatan maupun ketersediaan PLN.

            Terlepas dari pembangunan infrastruktur yang belum memadai, bagiku setiap daerah memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Daerah ini sama sekali baru bagiku karena itu untuk mengenalnya waktu tiga hari saja tidak cukup. Aku hanya bisa menceritakan apa yang aku lihat dan rasakan selama tiga hari berada di Jemaat GPM Kawadang. Perjalanan ini merupakan awal perjumpaan dengan daerah-daerah yang baru. Hal ini bukanlah sesuatu yang biasa-biasa melainkan menjadi langkah awal untuk belajar dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Perjumpaan itu membuatku seolah-olah menemukan keluarga yang baru. Keluarga tanpa batasan pertalian darah. Itulah yang aku rasakan ketika menginjakkan kaki di tempat yang baru. Bagiku, berada di tempat yang baru berarti disitulah aku menemukan keluargaku. Selain itu pula, perjalanan ini menambahkan deretan pengalaman dan pengetahuan tentang daerah yang pernah aku menginjakkan kaki. Mengenal daerah-daerah yang baru sangatlah menarik bahkan menguji kemampuan untuk membangun relasi-relasi sosial. Ketika relasi itu terbangun bukan tanpa alasan tetapi sangatlah berdampak bagi kehidupan yang akan datang di kemudian hari. Memang diakui semua ini merupakan rahasia Sang Penguasa tetapi percayalah Allah memiliki rencana tersendiri bagi setiap orang. Karena itu jangan pernah takut ketika berada di daerah yang baru.

Komentar

Postingan Populer