Konseling Pastoral Menolong Orang Dalam Situasi Krisis

Konseling Pastoral Menolong Orang Dalam Situasi Krisis 

Judul buku: Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer
Pengarang: Pdt. Dr. J.D. Engel, M.Si.
Cetakan: ke-1 tahun 2016
Tebal buku: 106 halaman
Harga: Rp.38.000

Pada buku ini terdiri dari 8 bab, yang memuat tentang bentuk-bentuk pendekatan dalam melakukan konseling pastoral. Pendekatan-pendekatan tersebut dibahas secara terperinci dan mendetail di masing-masing bab.
Bilamana bab 1 berbicara tentang konseling pastoral dalam interaksi sosial budaya. Bagian ini memberi penjelasan bahwa konseling pastoral merupakan konseling yang berdimensi spritual dan dipahami melalui tiga paradigma berpikir, yaitu dalam hubungan dengan kekristenan, psikologi, dan agama. Ketiga paradigma tersebut kemudian dijelaskan dalam 4 sub judul, antara lain; (1). Dimensi spiritual dalam paradigma kekristenan memberi arti bahwa konseling pastoral didasarkan pada pola pelayanan Yesus secara holistik. Dengan kata lain, kehadiran Yesus tidak hanya berkaitan dengan upaya memperbaiki hubungan manusia dengan Allah tetapi juga meliputi dimensi penyembuhan secara fisik, mental maupun sosial (adanya relasi vertikal dan horizontal). (2). Dimensi spiritual dalam paradigma psikologi membahas tentang kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan dasar (fisik dan mental), kebutuhan intrapersonal (hubungan dengan diri sendiri), dan kebutuhan interpersonal (hubungan dengan orang lain). (3). Dimensi spiritual dalam paradigma agama atau interpretasi agama yang mencakup nilai-nilai hidup dari kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia dalam hubungan dengan agama masyarakat (agama lokal). (4). Dimensi spiritual dalam paradigma analisa sosial budaya yang dilakukan untuk menyikapi dilema pelayanan pastoral pada masyarakat Indonesia yang majemuk. Kondisi kemajemukan inilah sangat perlu untuk melihat latar belakang sosial budaya setiap orang yang melakukan konseling pastoral. 
Kemudian bab 2 berbicara tentang pendekatan integratif dalam konseling pastoral, yang terdiri dari tiga sub judul, antara lain; (1). Pendekatan integratif Yesus merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menolong seseorang menemukan makna hidup. Hidup saling mengisi dan memberi serta mengasihi. Hal ini dilakukan dalam relasi dengan Allah, diri sendiri maupun sesama. (2). Pendekatan integratif dalam aspek kehidupan, yang meliputi aspek fisik, mental, sosial, dan spiritual. Dari keempat aspek tersebut sangat mempengaruhi kehidupan manusia dan dapat menjadi sumber masalah, apabila ada yang tidak terpenuhi, sehingga akar dan penyebab permasalahan yang menimbulkan penderita manusia m njadi perhatian dan perioritas utama Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya. (3). Manfaat pendekatan integratif m n gadjan bahwa pada pendekatan ini memandang seseorang sebagai pribadi yang utuh dan dalam penanganan masalah, seorang konselor mampu melihat apa yang menjadi kebutuhan utama dalam upaya penyelesaian masalah yang dihadapi. Artinya pahami kebutuhan maka metode yang digunakan pun tepat sasaran.
Berikutnya bab 3 menjelaskan tentang pendekatan psikologi dalam konseling. Bagian ini lebih menegaskan terhadap interaksi konselor dan konseli. Terutama seorang konselor diharapkan dapat memberi pertolongan kepada konseli secara profesional sehingga kebutuhan penyelesaian masalah seorang konseli dapat terpenuhi. Karena itu, pada bagian ini terdiri dari tiga sub judul, diantaranya; (1). Konseling sebagai pengalaman baru. Hal ini menjelaskan tentang upaya memberi kesempatan bagi konseli untuk melihat diri secara berbeda, misalnya menghadapi konflik internal yang mengakibatkan orang melihat sumber masalah berasal dari luar dan cenderung menyalahkan orang lain. Maka bagaian ini membantu orang m lihat sumber masalah dari dalam diri. Kemudian konseling dikatakan sebagai pengalaman baru, di mana seorang konseli dibantu untuk menghadapi kenyataan (konseli dibantu berhadapan dengan kenyataan bermasalah). Dengan kata lain, ia sadar akan masalah yang dihadapi. Hal lain yang ditemukan dari konseling sebagai pengalaman baru adalah mengembangkan tilikan atau pandangan tentang siapa dirinya, apa kebutuhannya, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual. (2). Kualitas konselor merupakan faktor penting dalam konseling. Kualitas diri ditandai dengan karakteristik, yaitu pengetahuan diri, kejujuran, kehangatan, kesabaran, kepekaan, dan kebebasan. (3). Tahapan-tahapan psikologi konseling yang terdiri dari 7 tahap, yaitu membina hubungan konseling, kesukaran konseli mengemukakan masalah dan melakukan trasferensj, tilikan terhadap masa lalu konseli, pengembangan restensi untuk pemahaman diri, pengembangan hubungan transferensi konseli dengan konselor, resistensi, dan penutup. 
Selanjutnya bab 4 berbicara tentang pendekatan feminis dalam konseling pastoral. Pada pendekatan ini bertolak dari budaya patriarki. Bilamana terjadi kesenjangan sosial yang berkaitan dengan peranan laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih diarahkan peranannya pada ruang-ruang publik, sementara perempuan hanya berada pada ruang-ruang domestik. Pendekatan ini terdiri dari tiga sub judul, yaitu konseling pastoral dari prespektif sejarah, prinsip-prinsip dan fungsi konseling feminis, dan pendekatan feminis dalam konseling pastoral. Tujuan dari pendekatan yang dilakukan adalah mengganti "Kebenaran objektif patriarki" dengan kesadaran feminis yang mengakui perbedaan dalam memahami sesuatu. Adapun sasarannya kepada kaum perempuan yang mengalami  perubahan masyarakat dan di dominasi oleh budaya' patriarki. Karena itu konseling pastoral dilakukan untuk memberdayakan kekuatan perempuan atau pemberdayaan diri perempuan secara utuh dan bebas (person - sosial). 
Kemudian bab 5 berbicara tentang konseling keluarga yang didasarkan pada keadaan keluarga yang mengalami disfungsi. Dengan kata disfungsi keluarga dipengaruhi oleh rendahnya pendidikan moral dalam keluarga. Akibatnya adalah terjadi kekerasan yang berujung pada perceraian karena tidak ada lagi sikap saling menghargai dan mencintai. Penyebab disfungsi keluarga, diantaranya kurangnya perhatian dan kasih sayang, kurangnya komunikasi atau komunikasi buruk, kurangnya Quality time atau waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga, dan ketidakmampuan setiap anggota keluarga menerima situasi krisis secara positif. Sehingga tujuan dari konseling keluarga adalah mengeksplorasi sistem interaktif dalam keluarga, mengaktifkan fungsi-fungsi keluarga pada masing-masing individu. Hal ini merujuk pada pola perilaku, maka terdapat empat model yang dipakai dalam konseling pastoral, yaitu model pemecahan masalah, model interaksional konseling, model solusi terfokus, dan model terapi narasi.
Selanjutnya bab 6 berbicara tentang konseling lintas budaya. Bagian ini merujuk pada perjumpaan antar budaya baik pada diri klien maupun konselor. Tujuannya adalah agar tidak terjadi bias budaya dan konseling dapat dilakukan melalui pendekatan budaya tertentu. Sebab konseling pastoral juga merupakan perjumpaan antar budaya, maka sangat penting untuk seorang konselor memperhatikan ciri khas dan keunikan dari budaya klien atau konseli , agar dapat beradaptasi dengan lingkungan serta terdapat banyak hal yang dapat dilakukan dengan mengubah keadaan.
Bagian bab 7 menjelaskan tentang konseling pastoral lintas agama dan budaya, pendekatan ini muncul sebagai respons atas perbedaan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Proses konseling dapat dilakukan apabila menyadari bahwa konseli memiliki nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya. Maka disinilah terjadi proses penerimaan atau saling menerima. Dengn begitu peran konselor adalah mengeksplorasi nilai-nilai agama klien dalam proses konseling dengan memperhatikan aspek psikologis dari latar belakang budaya klien dengan pengalaman budaya saat ini. 
Bagian terakhir bab 8 berbicara tentang pemanfaatan teknologi informasi dalam konseling pastoral. Di mana hal yang jelaskan adalah adanya konseling pastoral yang dilakukan secara online atau konseling pastoral online merupakan metode yang lahir ketika muncul yang namanya keterbatasan mobilitas fisik konseli untuk ada dalam sesi tatap muka, maka konseling pastoral online atau jarak jauh dianggap sebagai salah satu solusi untuk menolong orang-orang yang mengalami krisi. Secara khusus bagi orang-orang yang mengalami kekerasan seksual atau pelecehan seksual dan enggan melakukan konseling secara tatap muka. Namun, perlu disadari bahwa kehadiran konseling pastoral online bukanlah berarti menggantikan konseling pastoral secara konvensional atau tatap muka melainkan keduanya dapat diterapkan sesuai kebutuhan. Perlu diingat juga bahwa dalam melakukan konseling pastoral online tetap dilandari pada nilai-nilai etik yang benar sehingga tidak membahayakan kedua belah pihak, baik konseli maupun konselor. Manfaat dari konseling pastoral online adalah dapat diakses kapan saja dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Jadi konseling pastoral online sebenarnya menjawab hal-hal atau kebutuhan konseling yang tidak dapat dilakukan secara konvensional atau tatap muka.
Berdasarkan ke-8 bab yang telah dijelaskan di atas, saya menemukan bahwa (1). Konseling pastoral dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan atau prespektif sesuai kebutuhan. (2). Konseling pastoral dilakukan ketika seseorang berada dalam keadaan krisis, apabila ada kebutuhan yang tidak terpenuhi (fisik, mental, sosial, dan spiritual) dan sangat perlu untuk ditolong. Dengan demikian menurut saya buku ini sangat membantu setiap orang yang sedang dan sementara bergumul dengan proses-proses konseling pastoral. Karena buku ini berangkat dari konteks kemajemukan Indonesia dan menolong kita memahami proses konseling pastoral secara holistik. Sehingga bagi yang tidak membaca buku ini menjadi sangat rugi.
Selamat membaca dan mencoba

Komentar

Postingan Populer