Cerpen; KADO ULTA



KADO ULTA
Aku merasa sangat kosong, tubuhku menjadi lemas; guman Santi dalam hati. Apa yang terjadi denganku? Mengapa aku seperti ini? Aku merasa tak berdaya! Begitulah pertanyaan yang datang silih berganti. Santi kembali berpikir; esok usiaku akan berpindah dari 24 menjadi 25. Namun, entah kenapa aku jatuh sakit?
Pikiran Santi semakin kacau. Ia tak kuasa menahan rasa sakit yang dialaminya. Bahkan air mata Santi terus menetes, saat hendak membaringkan tubuh di tempat tidur. Hingga pada akhirnya ia tertidur. Keesokannya Santi berusaha untuk bangun lebih awal dengan kondisi tubuh yang sedikit lemas. Ia mulai memanaskan alat pelurus rambut untuk merapikan rambutnya begitu ikal. Sambil merapikan rambut, tiba-tiba seorang teman bangun menyusulnya. Perlahan-lahan ia mulai mendekati Santi. Pagi San…, tumben hari ini kamu bangun lebih awal; cetus Andre sambil mengeledek. Dengan wajah yang sayup Santi tersenyum memandang Andre.
Andre melanjutkan perkataannya; hari ini akan dilaksanakan ibadah subuh! Ucap Andre. Santi menjadi sangat heran; kamu tidak bercanda kan? Pinta Santi. Ia aku tidak bercanda; sahut Andre. Santi kembali bertanya; lalu siapa yang memimpin ibadah nanti? Aku yang akan memimpin ibadah; jawab Andre!
Mendengar ucapan Andre, Santi hanya tersenyum melihat tingkah laku Andre. Tidak seperti biasanya Andre bersikap seperti ini. Biasanya Andre menolak, kalau diminta untuk memimpin ibadah; guman Santi dalam hati.
Santi mencoba mengikuti, apa yang diperintahkan oleh Andre. Mengapa ibadah yang dilakukan begitu cepat, seolah-olah sedang mengejar sesuatu, Santi bertanya-tanya dalam hati. Selesai ibadah tidak seperti biasanya mereka saling berjabat tangan. Suasana pun menjadi hening. Tiba-tiba Erik bersuara membuka keheningan saat itu. Aku tidak menyukai seorang kakak di sekretariat ini! Tutur Erik. Santi langsung menatap Erik dan berpikir; siapa orang yang dimaksud Erik?Perlahan-lahan Erik menatap Santi dengan nada suara cukup tegas. Erik pun berkata, ka Santi orangnya. Erik melanjutkan perkataannya; aku tidak menyukai tindakan ka Santi! Tadi malam aku memberikan salam buat ka Santi, tapi ka Santi tidak menyahut. Ka Santi hanya menatapku dengan wajah sinis, kalau gitu caranya aku tidak mau ke sini lagi; tutur Erik.
Dengan sekejab wajah Santi berubah menjadi merah. Santi hanya menatap Erik dengan wajah yang penuh keheranan. Santi hanya bisa terdiam. Mendengar ucapan Erik, Andre pun menjadi marah. Kamu kenapa San? Bersikap seperti itu pada Erik. Kamu kan pemimpin di sini, seharusnya kamu tidak boleh bersikap seperti itu; kata Andre. Saat itu Santi menjabat sebagai sekretaris mahasiswa asal daerahnya dan Andre menjabat sebagai ketua.
Entah apa yang dipikirkan Andre, tiba-tiba ia mengeluarkan kalimat yang mengancam Santi, kalau sikapmu terulang lagi aku tidak segan-segan melemparmu dengan kursi ini, sambil memegang kursi yang sedang didudukinya. Kamu tidak boleh bersikap seperti itu, biar bagaimana pun dia kan perempuan. Jadi bicaralah baik-baik, lagian masalah itu kan bisa dibicarakan dengan kepala dingin bukan dengan kekerasan seperti, pinta ka Jemy.
Keadaan menjadi semakin menegangkan, terjadi perdebatan hangat antara ka Jemy dengan Andre, begitu pula dengan Erik. Andre meminta agar Santi meminta maaf pada Erik. Ka Jemy pun, tidak mau kalah, ka Jemy meminta agar Andre juga harus meminta maaf pada Santi. Sebab, telah mengeluarkan kata-kata kasar pada Santi. Namun, Andre tidak mengindahkan ucapan ka Jemy. Andre tetap mempertahankan ucapannya dan meminta agar Santi yang meminta maaf, atas tindakannya terhadap Erik.
Perdebatan antara ka Jemy dan Andre membuat Santi semakin bingung. Ia hanya terdiam tanpa mengeluarkan sekata pun. Mengapa terjadi seperti ini? Apakah mereka tidak tahu kalau hari ini aku berulang tahun? Bahkan dalam ibadah yang telah dijalankan, Andre sama sekali tidak menyingung ultaku, guman Santi dalam hati. Rasa takut, bahagia dan sedih mulai menghantui pikiran Santi.
Dengan wajah yang sangat kesal Andre kembali mengulangi perkataannya; San, cepat kamu meminta maaf pada Erik! Santi pun menatap Andre sejenak dan berusaha tuk menenangkan pikirannya. Baiklah! Aku akan meminta maaf, kalau itu yang kamu inginkan; pinta Santi. Erik … begitulah Santi menyapanya; sebagai kakak, aku minta maaf atas tindakanku bahkan pada kalian semua. Kalian semua membuatku sadar tuk berhati-hati dalam bersikap; pinta Santi.
Baiklah Santi telah meminta maaf pada Erik, marilah kita saling memaafkan dan menundukan kepala tuk berdoa, agar Tuhan mengampuni kesalahan kita; tutur Andre. Mendengar ucapan Andre, Santi semakin tidak mengerti, tadi kan sudah berdoa, apalagi yang mau didoakan, kok berdoa ulang-ulang sih; guman santi dalam hati. Santi tidak menundukan kepala bahkan tidak menutup mata. Santi hanya menatap Andre dengan penuh keheranan.
Saat suasana menjadi hening, Andre mengangkat wajahnya dan melihat ternyata Santi tidak menutup mata, Santi malah menatapnya. San … sapa Andre. Kamu kenapa tidak menutup mata? Tanya Andre. Santi belum lagi menjawab pertanyaan Andre, tiba-tiba seseorang dari arah belakang mendekati Santi. Tanpa menunggu lama, ia mengetuk dua butir telur ayam kampung di dahinya Santi. Praaaakkkk….. begitulah bunyi telur yang pecah perlahan-lahan membasahi tubuh Santi. Beriringan dengan itu mereka semua serempak menyanyikan lagu yang lazim didengar; selamat ulang tahun, selamat ulang tahun.  Itulah lagu yang dinyanyikan sambil membawa lilin dan kue ulang tahun. Santi menjadi terkejut dan terharu melihat kejutan yang diberikan oleh teman-temannya.
Aku tidak pernah membayangkan dan merasakan situasi seperti ini, ujar Santi. Ternyata perdebatan yang baru saja terjadi hanyalah sebuah skenario yang digagas oleh Andre untuk merayakan Ulta Santi. Ada rasa bahagia maupun sedih tergambar di wajah Santi. Usianya yang ke-25 membuatnya sangat berarti, hidup bersama teman-temannya bagaikan sebuah keluarga yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kebersamaan itu mengantikan suasana hati Santi yang gunda gulana karena terpisah dari ibu dan sanak saudaranya, demi sebuah karier dan masa depan.

Komentar

Postingan Populer