Makna Doa
Makna Doa
Sebagai orang-orang percaya, doa merupakan
sesuatu yang sudah biasa di dengar bahkan dipraktekkan. Kalau diperhatikan dalam
kehidupan sehari-hari, doa sudah diajarkan semenjak seseorang berada pada masa
kanak-kanak sampai bertumbuh dewasa. Hal ini, mengarah kepada cara hidup
orang-orang percaya. Berdasarkan cara hidup seperti ini, tentu doa memiliki banyak
definisi, baik menurut KBBI maupun menurut ajaran agama-agama. Ada yang
mengatakan doa merupakan cara manusia membangun hubungan dengan Allah, baik
dengan atau tanpa percakapan. Ada pula yang mengatakan doa sebagai nafas hidup
orang percaya bahkan doa dianggap sebagai alat komunikasi manusia dengan Allah
yang ibaratkan sebagai HP. Apa pun pemahaman tersebut yang terpenting adalah
makna dari sebuah doa.
Terkait dengan makna doa, ada salah seorang
tokoh reformasi yang sangat terkenal yaitu Yohannes Calvin mengajarkan tentang
cara berdoa yang benar. Menurutnya, sebelum berdoa harus ada persiapan,
hendaklah mengarahkan niat dan perhatian kepada doa tersebut. Hal lain yang
diungkapkan juga adalah setiap orang yang berdoa tidak boleh meminta lebih dari
yang diizinkan Allah. Artinya, pada waktu berdoa seseorang benar-benar
menyadari kekurangannya dan merenungkan dengan sungguh-sungguh betapa ia
memerlukan semua yang dimintanya dan disertakan dengan keinginan yang tulus
untuk memperolehnya. Ketika seseorang menghadap Allah dengan menyadari
kelemahannya maka ia sungguh-sungguh memuliakan Allah. Karena itu berdoa
merupakan permohonan ampun diiringi dengan pengakuan bersalah yang tulus dan
rendah hati.
Sejalan dengan ajaran Yohannes Calvin, Alkitab
juga mengajarkan tentang makna doa. Ada unsur-unsur penting dalam rumusan
sebuah doa, misalnya pada Perjanjian Lama dimulai dengan permohonan, pengakuan
dan ucapan syukur serta syafaat yang disampaikan oleh nabi, imam atau raja.
Sedangkan, pada Perjanjian Baru, dimulai dengan pujian, ucapan syukur dan
permohonan.
Saat berdoa tidak terikat pada waktu-waktu
tertentu. Sebab berdoa dapat terjadi kapan saja dan sangat tergantung dari
kesiapan diri seseorang untuk berdoa. Dalam Alkitab, khususnya ajaran Yesus, Ia
mengkritik cara berdoa yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang Farisi. Mengapa
demikian? Ada dua hal penting yang dikritik Yesus terhadap cara berdoa orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat. Pertama,
cara mereka memilih tempat untuk berdoa yaitu di rumah-rumah ibadah dan di
tikungan jalan raya. Tempat-tempat ini merupakan pusat perjumpaan banyak orang.
Pemilihan tempat-tempat tersebut semata-mata hanya untuk menunjukkan kesalehan
mereka kepada banyak orang bahkan lebih dari itu untuk mendapatkan pujian. Cara
berpikir seperti inilah yang dikritik Yesus. Bagi Yesus, ketika berdoa haruslah
di tempat-tempat yang tidak kunjungi oleh banyak orang atau ruang-ruang
pribadi. Tujuannya adalah saat berdoa pikiran kita tidak terganggu oleh apa pun
dan hanya terfokus kepada Allah. Namun, yang terpenting dari cara memilih
tempat untuk berdoa adalah motivasi atau tujuan berdoa; apakah untuk memuliakan
Allah ataukah untuk mendapatkan pujian dari manusia.
Kedua, cara orang Farisi dan ahli-ahli Taurat berdoa
adalah semata-mata untuk memenuhi kewajiban agama bukan atas kesadaran Allah
sebagai sumber hidup. Doa menunjukkan kepada ketaatan seseorang kepada Allah.
Di dalam doa, ada penyerahan diri dan kita merasakan perlindungan Allah bahkan
kita dituntut untuk hidup sesuai kehendak-Nya. Karena itu, dalam situasi
apa pun, baik suka maupun duka, senang atau pun sedih bahkan dalam situasi
keterdesakan kita dituntut untuk terus membangun relasi dengan Allah melalui
doa. Di sinilah letak kecerdasan rohani. Pengalaman kehidupan rohani dapat kita
pelajari dari tokoh-tokoh Alkitab, seperti Abraham, Ayub, Paulus, dll. Begitu
pula dengan perjalanan rohani para tokoh-tokoh gereja, seperti Marten Luther,
Yohanes Calvin, dll.
Relasi manusia dengan Allah yang dibangun
melalui doa tidak hanya dilakukan satu kali atau secara sederhana diungkapkan; perlu baru datang atau panggil, kalau tidak
perlu ya tidak dihubungi. Cara berpikir seperti begini sangatlah keliru.
Sebab bagaimana mungkin, seseorang mengakui percaya kepada Allah sebagai sumber
hidup sementara ia sendiri tidak menyerahkan hidupnya sepenuh kepada Allah. Hal
ini juga mengajarkan kita tentang sikap kewaspadaan atau berjaga-jaga dan bersabar
untuk menanti jawaban Allah atas doa-doa yang kita panjatkan.
Pada kenyataannya, ada doa-doa yang
dipanjatkan langsung dijawab oleh Allah, tetapi ada doa yang tidak langsung
dijawab oleh Allah melainkan membutuhkan waktu untuk bersabar. Ketika doa-doa
yang dipanjatkan langsung dijawab oleh Allah, kita merasa bahwa Allah mendengar
setiap hal yang kita sampaikan. Sebaliknya, jika Allah tidak langsung menjawab
doa-doa kita; apakah kita tetap berharap dan percaya kepada-Nya ataukah kita
berbalik dan menolak-Nya?
Kemungkinan juga kita akan bertanya dan
mengevaluasi apakah rumusan doa yang disampaikan sudah benar? Atau bagaimana merumuskan
doa yang benar? Satu hal yang pasti bukanlah pada rumusan doa yang benar
melainkan doa orang benar. Seperti halnya yang diungkapkan dalam Surat Yakobus
5:16, yaitu tentang doa orang benar sangat besar kuasanya. Itu berarti yang
terpenting adalah doa orang benar bukan doa yang benar. Artinya, orang benar
yang dimaksudkan adalah orang yang sungguh-sungguh mengakui kesalahannya dan
hidup sesuai kehendak Allah.
Dengan demikian, jika saat ini doa-doa kita
belum dijawab oleh Allah bukan berarti Allah tidak mendengar doa yang
disampaikan melainkan Allah menguji sampai sejauh mana kesetiaan kita
kepada-Nya. Kita belajar untuk menyerahkan seluruh totalitas hidup kepada
Allah. Itulah makna doa yang sebenarnya.
Komentar
Posting Komentar