Mimpi dan Harapan



Mimpi dan Harapan
Secara harafiah, mimpi berarti sesuatu yang terlihat saat tidur. Jika ditarik maknanya lebih luas, mimpi juga memiliki arti tentang sesuatu yang berada dalam angan-angan dan sulit untuk dicapai. Begitu pula dengan harapan yang memiliki arti tentang sesuatu akan  menjadi kenyataan. Itu berarti dapat disimpulkan bahwa mimpi dan harapan memiliki arti yang tidak jauh berbeda dan berkesinambungan. Artinya, mimpi berarti sesuatu yang masih bersifat angan-angan. Sedangkan harapan merupakan keinginan untuk mewujudkan angan-angan tersebut.
Ketika kedua hal ini dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari tentu semua orang memiliki mimpi dan harapan yang berbeda-beda. Hal ini sangat tergantung dari pengalaman masing-masing orang.  Walaupun demikian, satu hal yang memiliki kemiripan dari mimpi dan harapan setiap orang adalah tentang kondisi-kondisi ideal yang ingin dicapai. Sangat tidak wajar, apabila orang memiliki mimpi dan harapan tentang ‘surga’ sementara ia sendiri telah berada di ‘surga’. Itu berarti mimpi dan harapan sangat identik dengan sesuatu yang belum dicapai. Sebaliknya, kalau sudah dicapai buat apa memiliki mimpi dan harapan lagi, itu sama halnya dengan membuang garam di laut. Karena itu, berbicara tentang mimpi dan harapan menjadi sesuatu yang tidak pernah ada akhirnya, selagi setiap orang masih diberi kesempatan untuk hidup. Sebab, idealnya setiap orang tidak pernah terlepas dari keinginan-keinganan untuk menjadi ‘lebih’.
Menariknya, jika topik ini dikaitkan langsung dengan perkembangan anak-anak muda. Sebagai anak-anak muda tentu memiliki segudang mimpi dan harapan. Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan segudang mimpi dan harapan tersebut? Tentunya, setiap orang memiliki jawaban yang berbeda-beda. Tetapi yang terpenting adalah seperti bunyi sebuah pepatah; mimpi tanpa tindakan bagaikan mimpi di siang bolong atau si cebol merindukan bulan. Intinya mimpi dan harapan adalah hak setiap orang tetapi harus dibarengi dengan tindakan.
Topik ini menjadi percakapan yang sangat menarik dan mengagumkan di salah satu perkumpulan mahasiswa. Anak-anak muda tersebut merupakan mahasiswa-mahasiswi yang berasal dari satu daerah yang karena tuntutan ilmu maka mereka harus meninggalkan daerah asalnya dan pergi merantau ke daerah-daerah yang menjadi pusat pendidikan. Di sinilah mereka membentuk sebuah wadah organisasi yang dapat menghimpun semua anak daerah yang berada di tanah rantau. Salah satu tujuannya adalah mereka dapat saling menguatkan dalam studi. Suatu saat, mereka mulai membangun diskusi tentang ‘mimpi dan harapan’. Hal utama yang dibicarakan adalah mimpi dan harapan sebagai mahasiswa. Dari semua mahasiswa yang hadir rata-rata jawaban mereka adalah menjadi orang sukses, membanggakan orang tua dan daerah asalnya. Sedangkan mimpi dan harapan terhadap organisasinya adalah dapat merangkul mahasiswa-mahasiswi yang belum bergabung dan lebih berkembang lagi.
Hal lain yang diungkapkan juga, yaitu cara mengatasi hambatan ketika ingin mewujudkan mimpi dan harapan. Ada yang menjawab cara mereka mengatasi hambatan adalah berdoa dan membaca Alkitab, ada yang hanya berdoa bahkan ada pula yang tidak melakukan kedua-duanya.  Cara berpikir dan bertindak seperti ini berpulang pada masing-masing pribadi dalam mengatasi setiap hambatan yang dialaminya.
Jika melihat jawaban yang disampaikan oleh para mahasiswa dan mahasiswi, khususnya tentang mimpi dan harapan mereka memiliki jawaban yang sangat umum. Jawaban tersebut sangatlah wajar dan berlaku bagi siapa saja. Namun, menjadi sebuah catatan kritis yaitu banyak anak muda yang sudah berhasil di usia yang masing muda tetapi lebih banyak lagi yang gagal, seperti terlibat dalam kelompok pecandu miras, judi, narkoba, seks bebas, pembunuhan, pemerkosaan dll. Kelompok anak-anak muda yang gagal bukan berarti tidak memiliki mimpi dan harapan hanya saja mereka belum mengetahui cara mewujudkannya. Akhirnya, terlibat dalam kelompok-kelompok masyarakat yang sama sekali tidak mendukung mimpi dan harapannya. Sebab, bagaimana mungkin seorang anak muda memiliki mimpi dan harapan menjadi pengusaha terkenal tetapi dalam kenyataannya ia bergaul dengan kelompok pecandu judi dan miras.
Pada aspek lainnya adalah banyak anak muda, khususnya mahasiswa – mahasiswi, ketika menamatkan studi di perguruan tinggi tidak tahu bagaimana cara mengaplikasikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat. Kelompok anak-anak muda seperti ini dikategorikan sebagai pengangguran berintelektual. Mereka melamar kerja setiap kali ada permintaan tetapi tidak di terima. Ada pula yang memiliki jurusan tertentu tetapi kuotanya sudah terpenuhi. Pada akhirnya, ada yang memilih untuk hanya berdiam diri di rumah, ada pula yang memilih untuk bekerja di luar jalur atau di luar disiplin ilmu yang telah diperolehnya.
Realita seperti ini memiliki tantangan yang cukup berat bagi setiap orang yang ingin mewujudkan mimpi dan harapan, terkhususnya anak-anak muda. Menjadi seorang sarjana bahkan memiliki gelar yang lebih lagi adalah sebuah prestasi yang sangat membanggakan. Namun, perlu diingat bahwa memiliki kepintaran secara intelektual saja tidak cukup. Mestinya dibarengi dengan ketrampilan dari berbagai aspek, misalnya ketrampilan dalam berkomunikasi dengan orang lain atau membangun relasi-relasi sosial.

Komentar

Postingan Populer