Mutiara Yang Terpendam

Mutiara yang Terpendam
Suatu saat dalam sebuah forum group diskusi yang membahas tema tentang ‘Penerapan Teknologi Tepat Guna bagi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam’. Salah satu hal yang menarik dari tema yang diangkat adalah ketidakmampuan manusia untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Persoalannya terletak pada pola pikir manusia yang tidak mau mengembangkan potensi yang dimiliki. Ketika seseorang diberikan bantuan untuk mengelola sumber daya alam, ternyata tidak dimanfaatkan dengan baik. Ia hanya mau menerima tetapi tidak mau mengembangkannya lagi saat menemui kendala.
Berbicara tentang pola pikir manusia untuk mengembangkan diri menjadi hal yang cukup rumit. Pola pikir manusia tentu berkaitan dengan cara pandang masing-masing orang terhadap potensi yang dimiliki. Sejak lahir setiap orang telah dilengkapi dengan potensi diri. Potensi memiliki arti yang sama dengan bakat atau talenta. Siapapun dia entah dilahirkan dengan fisik yang normal atau berkebutuhan khusus, berasal dari keluarga miskin atau kaya, di dalam dirinya telah dilengkapi dengan potensi atau bakat. Namun, pada kenyataannya tidak semua orang mampu menyadari potensi atau bakat yang ada dalam dirinya. Mengapa demikian? Secara sederhana seorang penulis buku yang bernama Muhammad Musrofi di dalam bukunya yang berjudul 5 langkah melahirkan mahakarya mengatakan bahwa untuk mengetahui potensi diri atau bakat melalui beberapa tahap, yaitu merenungi, mengenali, bersyukur dan fokus.
Tahapan-tahapan tersebut menjadi kunci bagi seseorang untuk mengenali potensi atau bakat dalam dirinya. Sering kali setiap orang terjebak dalam rutinitas sehari-hari sehingga lupa untuk merenungi dan mengenali potensi yang ada dalam dirinya. Hal sederhana dapat dilihat dalam dunia kerja. Seseorang hanya menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang diberikan sehingga potensi dirinya tertutupi oleh rutinitas kerja. Jika demikian maka ia cenderung bersikap apatis dan pragmatis. Ia hanya berpikir yang terpenting pekerjaannya selesai, hasilnya baik atau buruk tidak menjadi persoalan. Ketika situasi ini dialami terus menerus maka secara perlahan-lahan ia akan menyadari pekerjaan yang dilakukan hanyalah sebuah beban bahkan mengalami kejenuhan. Karena itu merenung dan mengenali potensi diri ibarat menemukan mutiara yang terpendam. Supaya potensi diri menjadi sebuah mutiara bukanlah hal yang mudah melainkan membutuhkan proses yang panjang.
Katakanlah seseorang yang sejak lahir telah memiliki potensi atau bakat untuk bernyanyi. Potensi tersebut dapat dirasakan dan dilihat saat ia bernyanyi. Suaranya yang begitu merdu membuat semua orang terpukau saat ia bernyanyi. Tidak hanya sampai di sini dengan mengandalkan suara yang merdu saja melainkan untuk menjadi penyanyi yang professional ia harus terus menerus berlatih bahkan selalu mengikuti perlombaan bernyanyi baik lokal, nasional maupun internasional. Itu berarti orang tersebut telah mengenali potensi yang ada dalam dirinya dan berusaha untuk fokus sekalipun berbagai tantangan harus dilalui.
Sebaliknya, bagaimana dengan orang yang sudah bertahun-tahun tidak mampu mengenali potensi dirinya? Ataukah sudah mengenali potensi dirinya tetapi tidak mau untuk mengembangkannya? Pasti muncul berbagai pendapat yang berbeda-beda.  Tergantung cara pandang masing-masing orang. Ada yang  mungkin saja beranggapan bahwa orang tersebut mudah menyerah ketika menghadapi berbagai tantangan. Adapula yang dapat beranggapan bahwa orang tersebut tidak fokus terhadap potensinya ketika ada tawaran yang lebih mengiurkan. Hal lain yang sangat esktrim adalah orang tersebut hanya bermental ‘happy-happy’ sehingga tidak ingin berpikir atau berusaha keras untuk mengembangkan potensinya. Apalagi dengan perkembangan dunia sekarang ini, segala sesuatu lebih mudah diakses. Secara sadar atau tidak sadar perlahan-lahan potensi diri seseorang akan tertutupi dengan kecangihan teknologi informasi. Kondisi seperti tentu akan menjadi ancaman bagi setiap orang, ketika mengembangkan potensi dirinya.
Sampai di sini dapat ditarik sebuah benang merah, yaitu semua orang perlu mengetahui dan menyadari potensi diri. Setelah itu bertanggungjawab untuk mengelolanya. Jika potensi itu dikelola dengan baik maka akan menghasilkan mutiara-mutiara yang indah. Sepanjang hidup yang dijalani akan menghasilkan karya-karya yang dapat membantu orang lain.  Sungguh tidak bisa dibayangkan, kalau saja semua orang memiliki pandangan positif untuk mengembangkan potensi dirinya pasti tidak ada yang menggangur atau hanya menunggu untuk menjadi pegawai negeri sipil saja. Begitu pula dengan orang yang telah memiliki pekerjaan. Bekerja bukan karena untuk mengejar status sosial melainkan sedapat-dapatnya merupakan bagian dari proses untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
Seperti halnya yang diungkapkan dalam Matius 25:14-30, yaitu perumpamaan tentang talenta. Pada bagian ini memberikan gambaran tentang kehidupan dan cara berpikir tiga orang hamba untuk mengembangkan telenta yang diberikan. Ketiganya diarahkan untuk terus bekerja dan berusaha. Namun, ketiganya tidak menerima talenta yang sama, ada yang mendapat lima, ada mendapat dua talenta maupun ada yang hanya mendapat satu talenta. Pertanyaan paling mendasar mengapa ketiga orang tersebut mendapat talenta yang berbeda-beda? Secara sederhana Sang Ilahi menetapkan adanya perbedaan dalam kemampuan masing-masing orang-orang, seperti pikiran, tubuh, harta benda dan  minat. Artinya, ketiga orang tersebut tidak menerima talenta yang sama banyak karena ketiganya tidak memiliki kesanggupan dan peluang yang sama. Berusaha untuk mengembangkan telenta bukan berarti harus sama dengan orang lain melainkan setiap orang semestinya berusaha dan bertanggungjawab terhadap talenta yang diberikan.
Talenta merupakan satuan berat dan mata uang pada zaman kuno di Roma, Yunani dan Timur Tengah. Pada Perjanjian Lama, talenta digunakan untuk mengukur berat logam mulia seperti emas dan perak, sementara di Perjanjian Baru banyak digunakan untuk mata uang. Satu talenta sekitar 34 kg atau 6000 dinar. Satu dinar adalah upah pekerja harian dalam satu hari. Nilainya kurang lebih Rp.750,- sekarang. Jika 750 x 6000 = 4.500.000 baru hitungan satu talenta. Bayangkanlah jumlah 5 talenta yang diberikan kemudian dengan hasil kerja keras mendapat laba 5 talenta lagi.
Hitungan talenta merupakan harga yang harus dibayar bagi setiap pekerja. Setiap pekerja menerima upah sesuai dengan hasil pekerjaannya. Secara logika dalam dunia bisnis, misalnya seseorang diberikan uang Rp. 5.000,- sebagai modal usaha. Dari hasil usahanya ia memperoleh keuntungan Rp. 5.000,- lagi. Itu berarti ia telah mengelola dengan baik modal yang diberikan.
Berdasarkan perumpamaan tersebut memberikan gambaran bahwa terkadang seseorang menolak untuk bekerja di sebuah instansi atau perusahaan karena mendapatkan upah yang kecil. Hal ini membuat ia lebih memilih bekerja di tempat yang memberikan upah sangat besar. Padahal ketika bekerja ia sama sekali tidak mampu bersaing sesuai dengan standar-standar yang ditetapkan oleh instansi atau perusahaan tersebut. Akhirnya, perlahan-lahan ia menyadari bahwa pekerjaan yang dilakukan hanyalah sebuah beban bahkan lebih lagi ia tidak bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Dengan demikian tujuan dari bekerja menjadi bergeser. Bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Padahal bekerja sebenarnya sebagai alat untuk memuliakan Allah hingga menjadi bermakna bagi orang lain.

Dengan demikian ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu pertama; menemukan dan mengembangkan potensi diri merupakan cara untuk memuliakan Allah dan hidup menjadi bermakna bagi orang. Hal itu bagaikan butiran-butiran mutiara yang berhasil diolah hingga menjadi perhiasan yang indah. Kedua, Jika kita belajar untuk fokus terhadap potensi yang dimiliki maka secara perlahan-lahan kita akan menemukan sejumlah potensi yang terdapat dalam diri kita. Sebab idealnya masing-masing orang memiliki satu potensi sesuai kemampuan dirinya. Ketika kita terfokus, potensi yang lain juga akan muncul secara beriringan. Ketiga, mengembangkan potensi yang dimiliki tidak perlu merasa minder terhadap potensi yang dimiliki oleh orang lain.  Sebab setiap orang memiliki peluang dan kesempatan yang berbeda. Keempat, jangan pernah berhenti untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Karena hidup itu butuh proses maka mengasah potenis yang dimiliki tidak semudah membalik telapak tangan.

Komentar

Postingan Populer