Cikal Bakal Lahirnya Jemaat GPM Tasinwaha

Cikal Bakal Lahirnya Jemaat GPM Tasinwaha

1. Pendahuluan
Jemaat GPM Tasinwaha merupakan salah satu jemaat yang berada di wilayah Klasis Pulau-Pulau Aru dan menjadi bagian dari kecamatan Aru Utara. Jemaat ini sangat kecil apabila dibandingkan dengan ketiga jemaat lainnya yang berada di wilayah kecamatan tersebut. Ketiga jemaat itu diantaranya, Marlasi, Foket dan Warialau. 
Perjalanan dari pusat Klasis menuju Jemaat GPM Tasinwaha dengan menggunakan speed sekitar 4 jam dan motor laut sekitar 5-6 jam. Keberadaan jemaat ini mengikuti aliran sungai Marjina (sungai ibu) dan dikelilingi oleh wakat-wakat sebagai tempat bertumbuhnya tanaman mangrove yang oleh bahasa setempat disebut mange-mange. Jemaat GPM Tasinwaha yang juga menjadi bagian dari Desa Tasinwaha hidup berdampingan dengan dua desa tetangga, yaitu Desa Foket dan Desa Kaibo.

2. Kehidupan Sosial Budaya
Pada umumnya warga Jemaat GPM Tasinwaha memiliki konstruksi bangunan rumah adalah rumah gantung yang berada di sekitar daerah pantai yang membentuk lingkaran kemudian dikelilingi oleh wakat. Kehidupan jemaat di sini sangat terbuka, ramah dan mudah beradaptasi dengan orang lain. Terkhususnya orang yang baru pertama kali mengunjungi jemaat atau desa tersebut. Salah satu ciri khas jemaat ini adalah menjamu tamu atau orang yang baru pertama kali datang di jemaat dengan minuman kopi dan makan sirih pinang. Ini merupakan bentuk penerimaan secara adat yang dilakukan oleh kepala adat atau tuan tanah dan sebagai simbol bahwa orang tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat.
Tradisi minum kopi sudah menjadi kebiasaan secara turun-temurun baik dalam acara adat, gereja maupun Kehidupan setiap hari, kopi menjadi minuman favorit. Melalui tradisi yang dilakukan secara tidak langsung memberi isyarat bahwa adat juga menjadi bagian dari kehidupan bergereja dan tidak bisa dilepas-pisahkan. Hal ini terlihat pada saat ibadah-ibadah tertentu selalu diawali dengan ibadah kemudian dilanjutkan dengan prosesi adat.
Pada aspek lain, kehidupan jemaat setempat juga masih terikat dengan kepercayaan terhadap roh tete nene moyang. Kondisi tersebut tentunya, tidak terlepas dari awal mula keberadaan jemaat ini. Bilamana sebelum masuknya Injil, masyarakat Tasinwaha sudah hidupdan menyatu dengan tatanan adat. Hal ini menjadi sebuah tradisi yang dijalankan secara turun-temurun bahkan setelah mendiami kampung atau tempat tinggal sekarang, sebab pada awalnya masyarakat menempati tempat yang namanya Koldede  yang berada tepat pada ujung sungai Marjina. 

3. Masuknya Injil
Kehidupan orang-orang pada saat itu sama sekali belum mengenal agama dan pada tahun 1976 itulah saat di mana Injil dibawa masuk oleh seorang guru agama yang bernama Hermanus Helwen.
Tahun 1976 menjadi tahun keemasan bagi cikal bakal lahirnya Jemaat GPM Tasinwaha, bilamana pada saat itu delaapn orang masyarakat dibaptis, diantaranya: Bapak Barce Salay, Alm. Bapak Moses Akelafin, Alm. Bapak Hendra Akelafin, Bapak Lukas Djabutafuran, Bapak Thomas Djabutafuran, Alm. Bapak Wiliam Akelafin, Bapak Simson Salay dan Bapak Riki Akelafin. Kedelapan orang tersebut dibaptis oleh seorang pendeta dari Jemaat GPM Woman yang disebut Pendeta Kormasela tetapi tidak diketahui namanya. 
Prosesi pembaptisan dilakukan di tengah-tengah kampung, sebelum dibaptis ke-8 orang tersebut dibimbing untuk menghafal Doa Bapa Kami. Setelah menguasai doa tersebut barulah dibaptis. Dari kedelapan orang ini kemudian berkembang menjadi delapan kepala keluarga. Saat itu ke-8 KK hanya diarahkan oleh Bapak Barce Salay sebagai Tuagama dan juga merangkap sebagai Samasz atau Diaken. 
Sebelum dibangunnya sarana tempat peribadahan, warga jemaat beribadah dari rumah ke rumah dan kemudian menjadikan rumah Alm. Bapak Hendra Akelafin (Bapak Wayang Akelafin nama hindu sebelum dibaptis) sebagai tempat peribadahan sementara. Begitu seterusnya hingga dibangunnya gedung gereja darurat. Kemudian dengan swadaya jemaat dibangunnya gedung gereja permanen dibawa pimpinan Penatua Since Lewakabessy pada tahun 1999. Setelah itu pada tahun 2018 dibawa pimpinan Pendeta Yolanda Maluala Kakisina gereja tersebut dibongkar dan dibangun kembali dengan peletakkan batu alasan pada tanggal 23 September 2018 oleh Pendeta R. Gaelagoy, S.Th sebagai Ketua Klasis Pulau-Pulau Aru pada saat itu dan gereja tersebut diberi nama "Maranatha" yang berarti Tuhan telah datang.

4. Pasca Masuknya Injil
Pasca masuknya Injil pada tahun 1976, jemaat ini kemudian menjadi jemaat objek pada Jemaat GPM Foket dengan nama-nama pelayan yang melayani, antara lain: Guru Agama Hermanus Helwen tahun 1976-1980, Penatua Simson Salay tahun 1980-1999 dan Penatua Since Lewakabessy tahun 1999-2002. Kemudian pada tahun 2002 barulah Jemaat GPM Tasinwaha terlepas dari jemaat GPM Foket dan menjadi jemaat mandiri secara kelembagaan dibawa pimpinan Pendeta G.O.Soyem tahun 2002-2008. Walaupun demikian, Jemaat GPM Tasinwaha belum dapat melaksanakan persidangan jemaat sebagai pengambilan keputusan tertinggi di tingkat jemaat. Situasi ini berlanjut hingga berakhirnya masa tugas Pendeta G.O. Soyem, terjadi kekosongan kepemimpinan (pendeta) selama kurung waktu satu tahun. Kemudian pada tahun 2009, tugas kepemimpinan kembali diisi oleh pendeta, yakni Pendeta Yolanda Maluala Kakisina, S.Si sampai sekarang.
Pada masa kepemimpinan inilah, persidangan pertama Jemaat GPM Tasinwaha dilaksanakan yakni pada tanggal 14 Maret 2010. Hingga kini Jemaat GPM Tasinwaha telah memasuki persidangan ke-11 terhitung tahun 2010-2020. 

5. Penutup
Dengan demikian sangat dirasakan bahwa perkembangan Injil begitu cepat dan menyebar di Jemaat GPM Tasinwaha, mulai dari awal berdirinya jemaat ini hanya dengan delapan kepala keluarga, kini berkembang menjadi 35 kepala keluarga dan 204 jiwa dengan satu sektor serta tiga unit pelayanan.

Komentar

Postingan Populer